Powered By Blogger

Senin, 21 Januari 2013

SEPENGGAL TRAGEDI KMP GURITA

images by google

17 tahun yang lalu, tepatnya 19 Januari tahun 1996. Seperti biasanya Pelabuhan Malahayati dipadati banyak penumpang yang hendak ke Pulau Weh Sabang. Tidak hanya warga lokal, namun juga terlihat puluhan warga asing juga ikut berlayar bersama. Benar, KMP gurita saat itu menjadi kapal pilihan satu-satunya yang melayani rute  Banda Aceh - Sabang dengan 1 kali perjalanan setiap harinya.
 Hari itu ketika matahari sedang tenggelam dirinya. Awak kapal sibuk mengatur kendaraan yang hendak menyebrang ke Pulau Sabang. Penumpang pun mulai berbondong-bondong masuk kedalam kapal, tak ada yang berbeda dari hari biasanya. KMP gurita berangkat sesuai dengan jadwalnya, walaupun dua hari lalu kapal itu baru saja mengalami kerusakan mesin, akibat usia kapal yang sudah cukup tua.
Keberangkatan KMP gurita kali ini tampak sesak penumpang. Diperikirakan ada 378 org yang menumpang kapal hari itu. Ya,saat itu pun beberapa hari menjelang bulan Ramadhan. Kapal pun berangkat dengan muatan yang bisa dikatakan sesak. Tak hanya penumpang namun juga truk-truk besar bermuatan tiang listrik bersama berton-ton barang lainnya yang diangkut oleh KMP gurita hari itu.
Akhirnya nakhoda kapal pun membunyikan klakson sebanyak 4 kali. Tanda bahwa kapal akan segera berangkat. Tali kapal sudah mulai dilepas. Pintu penutup kapal mulai ditarik dengan mesin otomatis.
Kapal pun mulai memutar arahnya dan segera berangkat. Lambaian tangan para penumpang kepada para pengantar mereka barang kali menjadi lambaian terakhir yang tak pernah akan terlupakan bagi para pengantar. Ya, ditengah pekat malam jum'at itu kapal pun mulai bergerak menuju Pelabuhan Balohan. Namun ketika kapal hendak sampai ke pelabuhan, tiba-tiba ini terjebak cuaca buruk. Para penanti kedatangan kapal di Balohan tak satu pun tau bahwa kapal KMP Gurita sedang diterpa badai. Para penumpang pun mulai panik.
Suara orang berzikir dalam kegelapan malam itu terdengar riuh. Lampu kapal mulai mati. Raungan suara penumpang menghempas kegelapan malam. Air mulai memasuki dek kapal. Kapal terus terombang ambing dan masuk kedalam alun. Sebuah mobil pengangkut tiang paku bumi terhempas hingga menabrak pintu bagian depan kapal hingga terbuka. Sehingga dalam waktu sekejap KMP Gurita mulai oleng ke kiri dan para penumpangpun mulai berhamburan ke laut. Kapal mulai perlahan karam ditelan lautan.
Para pejemput mulai resah, karena kapal yg mereka tunggu tak kunjung tiba. Mereka terkejut ketika sampai seorang penumpang yang berenang sampai ke dermaga menyampaikan pesan bahwa KMP Gurita telah karam. Raungan tangisan di Pelabuhan Balohan Sabang pun pecah. Seluruh orang di Sabang malam itu tersontak mendengar kabar itu. Kapal boat nelayan melakukan pencarian pada malam itu dengan perlengkapan seadanya. Namun tidak membuahkan hasil. Setelah beberapa hari melakukan pencaharian, ternyata hanya 39 org yang selamat dari maut malam itu. Ratusan nyawa melayang dalam sekejap pada malam itu, termasuk kapten kapal dan anaknya.
Mobil box rokok, sepenggal benda yang tersisa di 1 meter diatas permukaan air saat itu, beberapa manusia bergantung disitu untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing, dan mulai tenggelam bersamaan. Mayat-mayat teman, saudara, keluarga yang mengapung pun menjadi tumpuan untuk menyelamatkan diri oleh manusia yang ingin tetap hidup.
Cerita ini menjadi satu cerita pilu, yang sampai saat ini dikenang olah masyarakat Aceh umumnya dan sabang khususnya. Kini 17 tahun sudah tragedi tersebut terjadi. Mari kita doakan semoga arwah para saudara kita selalu dalam lindungannya. Amin ya rabbal alamin.

1 komentar:

  1. sayang .tragedi 19 januari 1996 di ujung sekee sudah sangat kabur sekarang .
    se perti halnya pemerintah yang tidak lagi mengadakan peringatan 19 januari 1996 atas musibah kmp gurita .
    tapi kenapa selama 17 tahun ini nama korban tidak di tugukan sepertihalnya kmp gurita .

    BalasHapus