images by google |
17 tahun yang lalu, tepatnya 19
Januari tahun 1996. Seperti biasanya Pelabuhan Malahayati dipadati banyak penumpang
yang hendak ke Pulau Weh Sabang. Tidak hanya warga lokal, namun juga terlihat puluhan
warga asing juga ikut berlayar bersama. Benar, KMP gurita saat itu menjadi kapal
pilihan satu-satunya yang melayani rute
Banda Aceh - Sabang dengan 1 kali perjalanan setiap harinya.
Hari itu ketika matahari sedang tenggelam dirinya.
Awak kapal sibuk mengatur kendaraan yang hendak menyebrang ke Pulau Sabang.
Penumpang pun mulai berbondong-bondong masuk kedalam kapal, tak ada yang berbeda
dari hari biasanya. KMP gurita berangkat sesuai dengan jadwalnya, walaupun dua
hari lalu kapal itu baru saja mengalami kerusakan mesin, akibat usia kapal yang
sudah cukup tua.
Keberangkatan KMP gurita
kali ini tampak sesak penumpang. Diperikirakan ada 378 org yang menumpang kapal
hari itu. Ya,saat itu pun beberapa hari menjelang bulan Ramadhan. Kapal pun
berangkat dengan muatan yang bisa dikatakan sesak. Tak hanya penumpang namun
juga truk-truk besar bermuatan tiang listrik bersama berton-ton barang lainnya yang
diangkut oleh KMP gurita hari itu.
Akhirnya nakhoda kapal pun
membunyikan klakson sebanyak 4 kali. Tanda bahwa kapal akan segera berangkat.
Tali kapal sudah mulai dilepas. Pintu penutup kapal mulai ditarik dengan mesin
otomatis.
Kapal pun mulai memutar
arahnya dan segera berangkat. Lambaian tangan para penumpang kepada para
pengantar mereka barang kali menjadi lambaian terakhir yang tak pernah akan terlupakan
bagi para pengantar. Ya, ditengah pekat malam jum'at itu kapal pun mulai
bergerak menuju Pelabuhan Balohan. Namun ketika kapal hendak sampai ke
pelabuhan, tiba-tiba ini terjebak cuaca buruk. Para penanti kedatangan kapal di
Balohan tak satu pun tau bahwa kapal KMP Gurita sedang diterpa badai. Para
penumpang pun mulai panik.
Suara orang berzikir dalam
kegelapan malam itu terdengar riuh. Lampu kapal mulai mati. Raungan suara
penumpang menghempas kegelapan malam. Air mulai memasuki dek kapal. Kapal terus
terombang ambing dan masuk kedalam alun.
Sebuah mobil pengangkut tiang paku bumi terhempas hingga menabrak pintu bagian
depan kapal hingga terbuka. Sehingga dalam waktu sekejap KMP Gurita mulai oleng
ke kiri dan para penumpangpun mulai berhamburan ke laut. Kapal mulai perlahan
karam ditelan lautan.
Para pejemput mulai resah,
karena kapal yg mereka tunggu tak kunjung tiba. Mereka terkejut ketika sampai
seorang penumpang yang berenang sampai ke dermaga menyampaikan pesan bahwa KMP
Gurita telah karam. Raungan tangisan di Pelabuhan Balohan Sabang pun pecah.
Seluruh orang di Sabang malam itu tersontak mendengar kabar itu. Kapal boat
nelayan melakukan pencarian pada malam itu dengan perlengkapan seadanya. Namun
tidak membuahkan hasil. Setelah beberapa hari melakukan pencaharian, ternyata
hanya 39 org yang selamat dari maut malam itu. Ratusan nyawa melayang dalam
sekejap pada malam itu, termasuk kapten kapal dan anaknya.
Mobil box rokok, sepenggal
benda yang tersisa di 1 meter diatas permukaan air saat itu, beberapa manusia
bergantung disitu untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing, dan mulai
tenggelam bersamaan. Mayat-mayat teman, saudara, keluarga yang mengapung pun
menjadi tumpuan untuk menyelamatkan diri oleh manusia yang ingin tetap hidup.
Cerita ini menjadi satu
cerita pilu, yang sampai saat ini dikenang olah masyarakat Aceh umumnya dan
sabang khususnya. Kini 17 tahun sudah tragedi tersebut terjadi. Mari kita
doakan semoga arwah para saudara kita selalu dalam lindungannya. Amin ya rabbal
alamin.
sayang .tragedi 19 januari 1996 di ujung sekee sudah sangat kabur sekarang .
BalasHapusse perti halnya pemerintah yang tidak lagi mengadakan peringatan 19 januari 1996 atas musibah kmp gurita .
tapi kenapa selama 17 tahun ini nama korban tidak di tugukan sepertihalnya kmp gurita .